Oleh
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2069&bagian=0
Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua
bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian
dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan
malapetaka besar ; dan termasuk menghianati amanah Allah.
Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah
itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak, sebelum
mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan
pendidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang
tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan
tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik
anak-anak.
BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian
pula anak, juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya.
Disamping Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua.
Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak
serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya. Demikian ini termasuk bagian
dari menunaikan amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk
perbuatan khianat terhadap amanah Allah. Banyak nash-nash syar'i yang
mengisyaratkannya. Allah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya" [An-Nisa : 58]
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhamamd) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui" [Al-Anfal : 27]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung
jawaban terhadap yang dipimpin. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan
bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin
bagi keluarganya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya" [Hadits
Riwayat Al-Bukhari]
"Artinya : Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin lalu ia mati
(sedangkan pada) hari kematiannya dalam keadaan mengkhianati amanahnya itu,
niscaya Allah mengharamkan sorga bagianya" [Hadits Riwayat Al-Bukhari]
SEPULUH KESALAHAN DALAM MEDIDIK ANAK
Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan
tanggung jawab yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan
menganggap remeh masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak
ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.
Baru kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka, melawan orang tua, atau
menyimpang dari aturan agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai
kebakaran jenggot atau justru menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang
tidak sadar, bahwa sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama
munculnya sikap durhaka itu.
Lalai atau salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam bentuknya ; yang
tanpa kita sadari memberi andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua,
maupun kenakalan remaja.
Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua
dalam mendidik anak-anaknya.
[1]. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti
menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan
lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut : Takut pada
bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu
ditakuti. Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena
seringnya mendengar cerita-cerita tentang hantu, jin dan lain-lain.
Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut
kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan
ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita
bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut.
Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta
membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin keras tangisnya, dan
akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
[2]. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang
Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap
tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak
harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap
berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu
harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak
suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas
yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam
mengamalkan kebenaran.
[3]. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya, Bermewah-mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka
kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak
peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak
fitrah, membunuh sikap istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakah
muru'ah (harga diri) dan kebenaran.
[4]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya,
tanpa memikirkan baik dan buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang
diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya.
Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang
lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan
menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala
permintaanya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada
nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang
tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.
[5]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang
Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita
menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan
senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi
permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal
ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati
diri.
[6]. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas
Kewajaran.
Misalnya dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan
cacian, ataupun dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi ketika
sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali
melakukannya.
[7]. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga
anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya mendorong
anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan bebagai cara. Misalnya :
dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang
lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anaknya ke panti asuhan
untuk mengurangi beban dirinya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya,
karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Naa'udzubillah mindzalik
[8]. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari
Kasih Sayang Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus
ke dalam pergaulan bebas –waiyadzubillah-. Seorang anak perempuan misalnya,
karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari
laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan
perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan
sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.
[9]. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik
untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang
baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang
berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar
beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak
tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian
dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia
akan mencarinya dari orang lain.
[10]. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya.
Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang
dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal
teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada
anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau
gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak
kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang
tersisa hanyalan penyesalan tak berguna.
Demikianlah sepuluh kesalahan yang sering dilakukan orang tua. Yang mungkin
kita juga tidak menyadari bila telah melakukannya. Untuk itu, marilah
berusaha untuk terus menerus mencari ilmu, terutama berkaitan dengan
pendidikan anak, agar kita terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam mendidik
anak, yang bisa menjadi fatal akibatnya bagi masa depan mereka. Kita selalu
berdo'a, semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generasi shalih dan shalihah
serta berakhlak mulia. Wallahu a'lam bishshawab.
[Disadur oleh Ummu Shofia dari kitab At-Taqshir Fi Tarbiyatil Aulad,
Al-Mazhahir Subulul Wiqayati Wal Ilaj, Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/20004M, Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Jl Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton,
Gondangrejo – Solo]
Tuesday, March 13, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment