Tuesday, May 15, 2007

HUKUM JUAL BELI SISTEM KREDIT

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=224&bagian=0

Pertanyaan.
Fadhilatus Syaikh Muhammad Nashhiruddin Al-Albani ditanya : Bagaimana
hukum syara (agama) tentang jual beli dengan sistem kredit dalam
pembayarannya .?

Jawaban
Jual beli dengan sistem kredit (bittaqsith) adalah bid'ah amaliyah yang
tidak dikenal kaum muslimin pada abad-abad (qurun) dahulu. Hal itu adalah
amalan yang dipraktekkan orang-orang kafir sebelum menduduki negara kaum
muslimin, kemudian menjajahnya dan mengatur negara jajahannya dengan
undang-undang mereka yang kafir.

Setelah medapatkan keuntungan yang besar dari negara jajahannya, mereka
pergi meninggalkan pengaruh-pengaruh buruk dalam negara itu. Sedangkan kaum
muslimin yang hidup pada zaman sekarang berada dalam tata kehidupan
(muamalat) peninggalan orang-orang kafir tersebut. Yang lebih penting
sebagaimana yang diucapkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Saya tidak meninggalkan suatu yang dapat mendekatkan kalian
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, melainkan telah saya perintah kalian
dengannya. Dan tidaklah saya meninggalkan suatu yang dapat menjauhkan kalian
dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendekatkan kalian ke neraka, melainkan
telah saya peringatkan kalian daripadanya". [Lihat As-Shahihah : 1803]

Dari situ sesungguhnya Rasulullah telah melarang amalan yang pada hari ini
dinamakan " Jual Beli Sistem Kredit" (Bittaqsith). Jual beli ini adalah
bid'ah yang tidak dikenal kaum muslimin sebelumnya.

Saya ingatkan juga, nama ini adalah bid'ah yang tidak ditemukan dalam
kitab-kitab fiqih manapun, yang menyebutkan "Jual Beli Sistem Kredit". Dalam
kitab-kitab kaum muslimin ada sistem hutang dan dinamakan "Pinjam Meminjam
Yang Baik" (Qardhul Hasan), sebagai istilah dalam hubungan muamalat kaum
muslimin. Padahal Nabi memberi anjuran terhadap pinjam meminjam yang baik,
dapat mencapai derajat keutamaan. Diibaratkan dengan memberi pinjamam 2
dinar, seperti kalau engkau memberi shadaqoh 1 dinar. Maksudnya apabila
engkau telah meminjamkan 2 dinar kepada saudara engkau yang muslim,
seakan-akan engkau telah mengeluarkan shodaqoh 1 (satu) dinar dari saku
engkau.

Sebagaimana anjuran pinjam meminjam yang baik, Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam melarang memungut tambahan sebagai ganti kesabarannya
terhadap saudara engkau yang muslim, dalam memenuhi hutangnya. Berkata
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa yang menjual dua jualan dalam satu jualan maka hak
baginya adalah harga yang kurang, atau termasuk riba".

Dalam riwayat lain.

"Artinya : Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dua jual beli
dalam satu jual beli".

Ditanya seorang yang meriwayatkan hadits ini tentang makna larangan
tersebut. Maka jawabnya.

"Engkau berkata, saya jual ini kepada engkau dengan harga sekian secara
kontan, jika nyicil (kredit) dengan harga sekian dan sekian".

Atau lebih jelasnya, saya jual barang ini kepada engkau dengan harga 100
dinar secara kontan, dan harga 105 dinar secara kredit.

Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa yang menjual dua jualan dalam satu jualan maka hak
baginya adalah harga yang kurang, atau termasuk riba".

Maksudnya apabila dia mengambil tambahan maka itulah riba. Seperti barang
ini, yang telah engkau jual dengan harga 105 dinar, yang 5 dinar sebagai
ganti kesabaran menunggu.

Kalau ada hukum Islam bagi individu dan pemerintah, untuk seorang pembeli
yang telah dipungut 5 dinar oleh pedagang sebagai ganti kesabaran menunggu,
maka pembeli tersebut berhak menuntut dan mengadukan kepada ahli ilmu.

Inilah makna hadits tersebut, yang dijual satu tetapi yang ditawarkan dua
jualan atau dua jual beli. "Kontan dengan harga sekian hutang dengan harga
sekian". Rasulullah menamakan tambahan yang dikarenakan hutang dengan nama
riba.

Dalam As-Shahihain 50/419-427 dijelaskan secara rinci tentang bittaqsith.
[Al-Ashalah 6/15 Shafar 1414 H hal.70]

[25 Fatwa Fadhilatus Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal. 15-18
Design Optima, Semarang 1995]

HUKUM BERJUAL BELI SECARA KREDIT

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Pembicaraan seputar
berjual beli secara kredit lagi marak. Oleh karena itu, mohon kepada yang
mulia untuk menjelaskan hukum mejual dengan kredit !

Jawaban
Menjual dengan kredit artinya bahwa seseorang menjual sesuatu (barang)
dengan harga tangguh yang dilunasi secara berjangka. Hukum asalnya adalah
dibolehkan berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya"
[Al-Baqarah : 282]

Demikian pula, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam telah membolehkan
jual beli As-Salam, yaitu membeli secara kredit terhadap barang yang dijual.
Akan tetapi kredit (angsuran) yang dikenal di kalangan orang-orang saat ini
adalah termasuk dalam bentuk pengelabuan terhadap riba. Teknisnya ada
beberapa cara, di antaranya :

Pertama
Seseorang memerlukan sebuah mobil, lalu datang kepada si pedagang yang
tidak memilikinya, sembari berkata, "Sesungguhnya saya memerlukan mobil
begini". Lantas si pedagang pergi dan membelinya kemudian menjual kepadanya
secara kredit dengan harga yang lebih banyak. Tidak dapat disangkal lagi,
bahwa ini adalah bentuk pengelabuan tersebut karena si pedagang mau
membelinya hanya karena permintaannya dan bukan membelikan untuknya karena
kasihan terhadapnya tetapi karena demi mendapatkan keuntungan tambahan,
seakan dia meminjamkan harganya kepada orang secara riba (memberikan bunga,
pent), padahal para ulama berkata, "Setiap pinjaman yang diembel-embeli
dengan tambahan, maka ia adalah riba". Jadi, standarisasi dalam setiap
urusan adalah terletak pada tujuan-tujuannya.

Kedua
Bahwa sebagian orang ada yang memerlukan rumah tetapi tidak mempunyai
uang, lalu pergi ke seorang pedagang yang membelikan rumah tersebut
untuknya, kemudian menjual kepadanya dengan harga yang lebih besar secara
tangguh (kredit). Ini juga termasuk bentuk pengelabuan terhadap riba sebab
si pedagang ini tidak pernah menginginkan rumah tersebut, andaikata
ditawarkan kepadanya dengan separuh harga, dia tidak akan membelinya akan
tetapi dia membelinya hanya karena merasa ada jaminan riba bagi dirinya
dengan menjualnnya kepada orang yang berhajat tersebut.

Gambaran yang lebih jelek lagi dari itu, ada orang yang membeli rumah atau
barang apa saja dengan harga tertentu, kemudian dia memilih yang separuh
harga, seperempat atau kurang dari itu padahal dia tidak memiliki cukup uang
untuk melunasinya, lalu dia datang kepada si pedagang, sembari berkata,
"Saya telah membeli barang anu dan telah membayar seperempat harganya, lebih
kurang atau lebih banyak dari itu sementara saya tidak memiliki uang, untuk
membayar sisanya". Kemudian si pedagang berkata, "Saya akan pergi ke pemilik
barang yang menjualkannya kepada anda dan akan melunasi harganya untuk anda,
lalu saya mengkreditkannya kepada anda lebih besar dari harga itu. Dan
banyak lagi gambaran-gambaran yang lain.

Akan tetapi yang menjadi dhabit (ketentuan yang lebih khusus) adalah bahwa
setiap hal yang tujuannya untuk mendapatkan riba, maka ia adalah riba
sekalipun dikemas dalam bentuk akad yang halal, sebab tindakan pengelabuan
tidak akan mempengaruhi segala sesuatu. Mengelabui hal-hal yang diharamkan
oleh Allah, hanya akan menambahnya menjadi semakin lebih buruk karena
mengandung dampak negativ Dari hal yang diharamkan dan penipuan, padahal
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Janganlah kamu melakukan dosa sebagaimana dosa yang dilakukan
oleh orang-orang Yahudi sehingga (karenanya) kemu menghalalkan apa-apa yang
telah diharamkan oleh Allah (sekalipun) dengan serendah-rendah (bentuk)
pengelabuan (siasat licik)". [1]

[Fatawa Mu'ashirah, hal. 52-53, dari Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul
Haq]
_________
Foote Note
[1] Lihat, Ibn Baththah dalam kitab Ibthalil Hiyal hal. 24. Irwa'ul Ghalil
1535

1 comment:

Anonymous said...

assalamualaikum

minta tuan jelaskan dengan terjemahan bab jual beli dengan cara berhutang\
terima kasih di atas ilmu yang tuan berikan...

بيع الدين له عدة الصور
1\بيع الدين المؤجل للمدين بثمن مؤجل
2\بيع الدين الحال للمدين بثمن مؤجل
3&4\بيع الدين الحال للمدين بثمن حال,وكذا بيع الدين المؤجل للمدين بثمن حال
5&6\بيع الدين الحال وكذا المؤجل لغير المدين بثمن حال
7&8\بيع الدين الحال وكذا المؤجل لغير المدين بثمن مؤجل

Template Designed by Douglas Bowman - Updated to New Blogger by: Blogger Team
Modified for 3-Column Layout by Web Links and Articles Directory