Thursday, May 24, 2007

MENGGAPAI RIDHA ALLAH DENGAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua
orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga.
Namun sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu
mereka meninggalkan kewajiban ini. Mengingat pentingnya masalah berbakti
kepada kedua orang tua, maka masalah ini perlu dikaji secara khusus.

Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah 'Azza wa Jalla melalui orang tua
adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua)
merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur'an,
setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah 'Azza wa Jalla
memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Seperti tersurat dalam surat al-Israa' ayat 23-24, Allah Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah
melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada
keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Ya Rabb-ku,
sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu
kecil.'" [Al-Israa' : 23-24]

Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa' ayat 36:

"Artinya : Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua
orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang
kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri." [An-Nisaa' : 36]

Dalam surat al-'Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang
kafir jika mereka mengajak kepada kekafiran:

"Artinya : Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada
kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku
dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah
engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku
beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." [Al-'Ankabuut (29): 8]
Lihat juga surat Luqman ayat 14-15.

ANJURAN BERBUAT KEPADA KEDUA ORANG TUA BAIK DAN LARANGAN DURHAKA KEPADA
KEDUANYA
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang
tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan
bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu 'Athiyah,
kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang
diperbolehkan syari'at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan
keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar
batasan-batasan Allah 'Azza wa Jalla).

Sedangkan 'uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak
terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan
berupa perkataan, yaitu mengucapkan "ah" atau "cis", berkata dengan kalimat
yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain.
Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan
tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk
memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim,
atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.

KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA
[1]. Merupakan Amal Yang Paling Utama
'Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu berkata.

"Artinya : Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, 'Amal
apakah yang paling utama?' Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab,
'Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal
waktunya).' Aku bertanya lagi, 'Kemudian apa?' Nabi menjawab: 'Berbakti
kepada kedua orang tua.' Aku bertanya lagi: 'Kemudian apa?' Nabi menjawab,
'Jihad di jalan Allah' [2]

[2]. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, disebutkan:

"Artinya : Dari 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash radhiyallaahu 'anhuma, bahwa
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ridha Allah bergantung
kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang
tua" [3]

[3]. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang
Dialami
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah
hadits riwayat dari Ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhuma mengenai kisah tiga
orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti
kepada ibu bapaknya.
Haditsnya sebagai berikut:

"Artinya : ...Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang
berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah
gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh
dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: 'Ingatlah
amal terbaik yang pernah kamu lakukan.' Kemudian mereka memohon kepada Allah
dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah
menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: 'Ya
Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia
sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku
menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan
memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus
berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang
sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap
memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku
mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku
merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya.
Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini
kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya
bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada
keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya
Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap
wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.' Maka batu yang menutupi pintu gua
itu pun bergeser sedikit.."[4]

[4]. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur
Sesuai sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan
umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya." [5]

Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang
tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang
sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri
jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama
orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi
kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan
dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.

[5]. Akan Dimasukkan Ke Surga Ooleh Allah 'Azza wa Jalla
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan
merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan
mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang
Allah 'Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan
durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik
kepada orang tuanya, Allah akan meng-hindarkannya dari berbagai malapetaka,
dengan izin Allah 'Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.

BENTUK-BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
[1]. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun
perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
[2]. Berkata "ah" atau "cis" dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
[3]. Membentak atau menghardik orang tua.
[4]. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih
mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya
sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh
perhitungan.
[5]. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua,
mengatakan bodoh, "kolot", dan lain-lain.
[6]. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan.
Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka
sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan
kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus
berterima kasih dan membantu orang tua.
[7]. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan
nama baik orang tua.
[8]. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap
rokok, dan lain-lain.
[9]. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian
orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
Nas-alullaahas salaamah wal 'aafiyah
[10]. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan
keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat.
Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela,
bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.

BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
[1]. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada
seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi
kegembiraan kepada orang tua kita

[2]. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya
dibedakan adab ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak,
teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada
kedua orang tua.

[3]. Tawadhu' (rendah hati). Tidak boleh kibr (som-bong) apabila sudah
meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita
berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan,
minum, dan pakaian oleh orang tua.

[4]. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya
semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta
itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.

[5 ]. Mendo'akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do'a berikut:
"Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidikku sewaktu kecil."

Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid'ah, kita tetap harus
berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali
kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid'ah adalah
sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan
dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo'a siang dan malam
agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.

APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL
Maka yang harus kita lakukan adalah:
[1]. Meminta ampun kepada Allah 'Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur)
bila kita pernah berbuat dur-haka kepada keduanya di waktu mereka masih
hidup.
[2]. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
[3]. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
[4]. Membayarkan hutang-hutangnya.
[5]. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari'at.
[6]. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah
menyambungnya.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita
dimudahkan oleh Allah 'Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah. Aamiin.

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II
Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang
kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu-bapaknya.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 527), Muslim dalam
Kitabul Iman (no. 85), an-Nasa-i (I/292-293), at-Tirmidzi (no. 173),
ad-Darimi (I/278), Ahmad (I/351, 409, 410, 439).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no.
2), Ibnu Hibban (no. 2026 al-Mawaarid), at-Tirmidzi (no. 1899), al-Hakim
(IV/151-152), ia menshahihkan atas syarat Muslim dan adz-Dzahabi
menyetujuinya. Syaikh al-Albani rahimahullaah mengatakan hadits ini
sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua (al-Hakim dan adz-Dzahabi).
Lihat Shahiih Adabul Mufrad (no. 2).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2272), Fathul Baari
(IV/449), Muslim (no. 2743), dari Shahabat 'Abdullah bin 'Umar radhiyallaahu
'anhuma.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5985, 5986), Muslim
(no. 2557), Abu Dawud (no. 1693), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu
'anhu.

No comments:

Template Designed by Douglas Bowman - Updated to New Blogger by: Blogger Team
Modified for 3-Column Layout by Web Links and Articles Directory